Minggu, 25 November 2018

SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN DAN SKAT


ABSTRAK

Bimo Silar Sanhajik. 26010315120001. Sistem Pemantauan Kapal Perikanan dan Surat Keterangan Aktivasi Transmitter.

Sistem pemantauan kapal perikanan adalah salah satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan dan/atau pegangkut ikan, yang menggunakan peralatan pemantauan kapal perikanan yang telah ditentukan. Surat Keterangan Aktivasi Transmitter atau yang biasa disingkat SKAT merupakan dokumen tertulis yang menyatakan bahwa transmitter Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) online pada kapal perikanan tertentu telah dipasang, diaktifkan, dan dapat dipantau pada pusat pemantauan kapal perikanan. Tahap aktivitas patroli laut pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di Pangkalan PSDKP Jakarta dikelompokkan menjadi 5 (lima) tahap aktivitas pokok (level 0). Tahap tersebut antara lain (1) persiapan, (2) loading, (3) pelayaran dan pengawasan di laut, (4) penghentian, pemeriksaan dan penahanan, dan (5) kembali ke Pangkalan (homebase). dalam kegiatan pengawasan juga harus terdapat keterlibatan awak kapal pada aktivitas pelayaran dan pengawasan agar potensi terjadinya risiko kecelakaan kerja terbesar akibat intensitas kerja yang tinggi dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Sehingga perlu adanya tanggungjawab yang besar dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia.


Kata kunci: Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, Surat Keterangan Aktivasi Transmitter, Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
  Penangkapan ikan secara ilegal atau Illegal fishing merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Illegal fishing menyebabkan banyak kerugian baik dari aspek ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengatasi permasalahan illegal fishing. Salah satunya adalah dengan diperkuat oleh perangkat teknologi canggih yang dikenal dengan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP). Penggunaan VMS juga merupakan bentuk komitmen Indonesia memenuhi ketentuan internasional, regional, maupun nasional dalam hal konservasi dan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Sejak tahun 2003, VMS telah diterapkan dengan memasang alat pemancar atau transmiter pada kapal-kapal perikanan berukuran di atas 30 GT. Selain untuk mengetahui pergerakan kapal-kapal perikanan, VMS juga memastikan kepatuhan (compliance) kapal perikanan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan disebutkan bahwa setiap kapal perikanan berukuran lebih dari 30 GT yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dan di laut lepas wajib memasang transmiter VMS. Hal ini sangat penting diterapkan untuk mendukung terwujudnya kelestarian sumber daya perikanan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan VMS di Indonesia melibatkan 3 (tiga) pihak, yakni pemerintah, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) KKP, sebagai penyelenggara dan hanya menyediakan sistem saja, dan tidak menyediakan transmiter dan layanan jasa satelit, Pelaku Usaha/Pemilik kapal perikanan, selaku Pengguna, dan Penyedia, yaitu perusahaan yang menyediakan transmiter VMS dan layanan jasa satelit. Transaksi pembelian transmiter VMS dan pembayaran jasa layanan satelit berupa airtime dilakukan langsung antara pihak Pengguna dengan pihak Penyedia.

1.2         Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dibuat beberapa rumusan masalah seperti:
1.       Apa pengertian Sistem Pematauan Kapal Perikanan ?
2.             Apa pengertian Surat Keterangan Aktivasi Transmitter ?
3.             Bagaimana aktivitas pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia ?
4.             Bagaimana tanggngjawab awak kapal pada intensitas kerja pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia ?

1.3         Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, yaitu:
1.       Untuk mengetahui pengertian Sistem Pematauan Kapal Perikanan.
2.             Untuk mengetahui pengertian Surat Keterangan Aktivasi Transmitter.
3.             Untuk mengetahui aktivitas pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia.
4.       Untuk mengetahui tanggungjawab awak kapal pada intensitas kerja pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia.

       

BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Sistem Pematauan Kapal Perikanan     
Sistem pemantauan kapal perikanan adalah salah satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan dan/atau pegangkut ikan, yang menggunakan peralatan pemantauan kapal perikanan yang telah ditentukan. Sistem pemantauan kapal perikanan merupakan salah satu bentuk sistem pemantauan untuk mendukung pengawasan di bidang penangkapan dan atau pengangkutan ikan, dengan menggunakan satelit dan peralatan pemancar (transmitter) VMS yang ditempatkan pada kapal perikanan guna mempermudah pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan / aktivitas kapal. VMS merupakan program pengawasan kegiatan perikanan, yang menggunakan peralatan yang terpasang di kapal perikanan untuk memberi informasi mengenai kegiatan dan posisi kapal.
Pengertian Sistem Pemantauan Kapal Perikanan menurut FAO (2009) dalam Hadinata (2010), sistem pemantauan kapal perikanan adalah salah satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan dan/atau pegangkut ikan, yang menggunakan peralatan pemantauan kapal perikanan yang telah ditentukan. Sistem pemantauan kapal perikanan/Vessel Monitorig System (VMS) adalah sebuah program pengawasan kegiatan perikanan, yang menggunakan peralatan yang terpasang di kapal perikanan untuk memberi informasi mengenai kegiatan dan posisi kapal. Hal ini juga diperkuat oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (2012) dalam Nugroho et al. (2013), VMS atau sistem pemantauan kapal perikanan merupakan salah satu bentuk sistem pemantauan untuk mendukung pengawasan di bidang penangkapan dan atau pengangkutan ikan, dengan menggunakan satelit dan peralatan pemancar (transmitter) VMS yang ditempatkan pada kapal perikanan guna mempermudah pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan / aktivitas kapal.

2.2     Pengertian Surat Keterangan Aktivasi Transmitter
            Surat Keterangan Aktivasi Transmitter atau yang biasa disingkat SKAT merupakan dokumen tertulis yang menyatakan bahwa transmitter Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) online pada kapal perikanan tertentu telah dipasang, diaktifkan, dan dapat dipantau pada pusat pemantauan kapal perikanan. Setiap kapal perikanan dengan ukuran > 30 GT yang beroperasi di WPP- NRI atau di laut lepas yang akan mengajukan SIPI atau SIKPI wajib memasang transmitter SPKP online. Pada setiap pemasangan transmitter di kapal perikanan akan diterbitkan surat keterangan pemasangan transmitter yang dibuat oleh pengawas perikanan. Setelah mendapat surat pemasangan transmitter akan diterbitkan sebuah bukti berupa surat yang disebut SKAT.
            Pengertian Surat Keterangan Aktivasi Transmitter menurut PERMEN-KP (2013) dalam TEL (2017), setiap kapal perikanan dengan ukuran > 30 GT yang beroperasi di WPP- NRI atau di laut lepas yang akan mengajukan SIPI atau SIKPI wajib memasang transmitter SPKP online. Pada setiap pemasangan transmitter di kapal perikanan akan diterbitkan surat keterangan pemasangan transmitter yang dibuat oleh pengawas perikanan. Setelah mendapat surat pemasangan transmitter akan diterbitkan sebuah bukti berupa surat yang disebut SKAT. SKAT adalah memiliki kepanjangan Surat Keterangan Aktivasi Transmiter merupakan dokumen tertulis yang menyatakan bahwa transmitter SPKP online pada kapal perikanan tertentu telah dipasang, diaktifkan dan dapat dipantau.

2.3     Aktivitas Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Indonesia
Kegiatan patroli pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan merupakan bagian dari pengelolaan perikanan di Indonesia yang dilakukan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan dioperasikan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Satuan Kerja dan Dinas Kelautan dan Perikanan yag berada di daerah. Pengawasan perikanan adalah kegiatan pengawasan yang bersifat teknis biologis terhadap kegiatan pembudidayaan, penangkapan dan pengolahan mutu hasil perikanan agar konsisten dalam penerapan standar teknologi dan peraturan terkait.
Aktivitas atau kegiatan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia menurut Ishak (2015), Pelaksanaan pengawasan penangkapan ikan dilakukan salah satunya dengan memeriksa dokumen-dokumen terkait perizinan seperti surat izin usaha perikanan, surat izin penangkapan ikan, dan surat izin pengangkutan ikan. Pemeriksaan perizinan tersebut dilakukan dengan mengadakan identifikasi dan verifikasi usaha penangkapan ikan terhadap perusahaan penangkap ikan yang mengoperasikan kapal perikanan yang berasal dari luar negeri, baik diperoleh melalui impor maupun dengan cara lelang/ keputusan pengadilan.Hal ini juga diperkuat oleh Aji et al. (2016), Tahap aktivitas patroli laut pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di Pangkalan PSDKP Jakarta dikelompokkan menjadi 5 (lima) tahap aktivitas pokok (level 0). Tahap tersebut antara lain (1) persiapan, (2) loading, (3) pelayaran dan pengawasan di laut, (4) penghentian, pemeriksaan dan penahanan, dan (5) kembali ke Pangkalan (homebase).

2.4     Tanggungjawab Awak Kapal pada Intensitas Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Indonesia.
Setiap aktivitas yang melibatkan jumlah awak kapal, area kerja dan energi akan berisiko menimbulkan bahaya. Dalam kegiatan pengawasan, aktivitas primer merupakan aktivitas yang harus dilakukan pada urutan tahapannya karena mempengaruhi keberhasilan proses untuk mencapai tujuan, sedangkan aktivitas sekunder tidak harus dilakukan sesuai urutannya karena bersifat opsional. Dan dalam kegiatan pengawasan juga harus terdapat keterlibatan awak kapal pada aktivitas pelayaran dan pengawasan agar potensi terjadinya risiko kecelakaan kerja terbesar akibat intensitas kerja yang tinggi dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Sehingga perlu adanya tanggungjawab yang besar dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia.
Tanggungjawab awak kapal pada intensitas kerja pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan di indonesia menurut Aji et al. (2016), Intensitas kerja yang dibutuhkan untuk keseluruhan aktivitas membutuhkan usaha kerja atau keterlibatan awak speedboat pengawasan setara dengan 244 OA (Orang Aktivitas). Intensitas kerja primer (IKP) yang paling besar terjadi pada tahap 3 (pelayaran dan pengawasan di laut) yang menunjukkan level aktivitas paling tinggi dengan indek IKP yaitu 0.29 dari seluruh aktivitas patroli laut pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Keterlibatan awak kapal pada aktivitas pelayaran dan pengawasan di laut adalah yang tertinggi yaitu 68 OA, sehingga memiliki potensi terjadinya risiko kecelakaan kerja terbesar akibat intensitas kerja yang tinggi dibandingkan dengan aktivitas lainnya.
 


BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
1.             Sistem pemantauan kapal perikanan adalah salah satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan dan/atau pegangkut ikan, yang menggunakan peralatan pemantauan kapal perikanan yang telah ditentukan.
2.             Surat Keterangan Aktivasi Transmitter atau yang biasa disingkat SKAT merupakan dokumen tertulis yang menyatakan bahwa transmitter Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) online pada kapal perikanan tertentu telah dipasang, diaktifkan, dan dapat dipantau pada pusat pemantauan kapal perikanan.
3.              Tahap aktivitas patroli laut pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di Pangkalan PSDKP Jakarta dikelompokkan menjadi 5 (lima) tahap aktivitas pokok (level 0). Tahap tersebut antara lain (1) persiapan, (2) loading, (3) pelayaran dan pengawasan di laut, (4) penghentian, pemeriksaan dan penahanan, dan (5) kembali ke Pangkalan (homebase).
4.              dalam kegiatan pengawasan juga harus terdapat keterlibatan awak kapal pada aktivitas pelayaran dan pengawasan agar potensi terjadinya risiko kecelakaan kerja terbesar akibat intensitas kerja yang tinggi dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Sehingga perlu adanya tanggungjawab yang besar dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia.

4.2         Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran yang dapat diberikan yaitu :
1.       Sebaiknya dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan perlu adanya pemantauan lebih lajut agar kegiatan tersebut bisa berjalan lancar dan pihak yang melaksanakan tugas tersebut bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
2.       Sebaiknya dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan perlu adanya peningkatan komunikasi dengan awak kapal nelayan yang bekerja, sehingga kegiatan pegawasan sumberdaya kelautan dan perikanan bisa berjalan dengan baik dan potensi terjadinya risiko kecelakaan kerja terbesar akibat intensitas kerja yang tinggi bisa diminimalisir     


DAFTAR PUSTAKA

Aji, S. P., B. H. Iskandar, dan F. Purwangka. 2016. Intensitas Kerja Pengawas Perikanan pada Aktivitas Patroli Laut Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Jakarta. 7(2) : 163-178.

Hadinata, Y. 2010. Pelaksanaan Vessel Monitoring System (VMS) di Indonesia. Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap. Departemen Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ishak, N. 2015. Pengawasan Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Bagian Hukum Adiministrasi Negara. Fakultas Hukum. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Nugroho, H., A. Sufyan, dan R. Akhwady. 2013. Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan. 8(3) : 101-110.

Tel, S. 2017. Komposisi Hasil Tangkapan dan Daerah Penangkapan oleh Kapal Purse Seine berdasarkan Vessel Monioring System (VMS) di WPP 571 Selat Malaka. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar