ABSTRAK
Bimo
Silar Sanhajik. 26010315120001. Sistem Pemantauan Kapal Perikanan dan Surat Keterangan Aktivasi Transmitter.
Sistem pemantauan kapal perikanan adalah salah
satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan dan/atau pegangkut ikan,
yang menggunakan peralatan pemantauan kapal perikanan yang telah ditentukan. Surat Keterangan
Aktivasi Transmitter atau yang biasa disingkat SKAT merupakan dokumen tertulis
yang menyatakan bahwa transmitter Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) online pada kapal perikanan tertentu
telah dipasang, diaktifkan, dan dapat dipantau pada pusat pemantauan kapal
perikanan. Tahap
aktivitas patroli laut pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di
Pangkalan PSDKP Jakarta dikelompokkan menjadi 5 (lima) tahap aktivitas pokok (level
0). Tahap tersebut antara lain (1) persiapan, (2) loading, (3)
pelayaran dan pengawasan di laut, (4) penghentian, pemeriksaan dan penahanan,
dan (5) kembali ke Pangkalan (homebase). dalam kegiatan
pengawasan juga harus terdapat keterlibatan awak kapal pada aktivitas pelayaran
dan pengawasan agar potensi terjadinya risiko kecelakaan kerja terbesar akibat
intensitas kerja yang tinggi dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Sehingga perlu
adanya tanggungjawab yang besar dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia.
Kata kunci: Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, Surat Keterangan Aktivasi Transmitter,
Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Penangkapan
ikan secara ilegal atau Illegal fishing merupakan salah satu
permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Illegal fishing menyebabkan banyak
kerugian baik dari aspek ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Berbagai upaya
telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) untuk mengatasi permasalahan illegal fishing. Salah
satunya adalah dengan diperkuat oleh perangkat teknologi canggih yang dikenal
dengan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal
Perikanan (SPKP). Penggunaan
VMS juga merupakan bentuk komitmen Indonesia memenuhi ketentuan internasional,
regional, maupun nasional dalam hal konservasi dan pengelolaan perikanan yang
berkelanjutan. Sejak tahun 2003, VMS telah diterapkan dengan memasang alat
pemancar atau transmiter pada kapal-kapal perikanan berukuran di atas 30 GT.
Selain untuk mengetahui pergerakan kapal-kapal perikanan, VMS juga memastikan
kepatuhan (compliance) kapal perikanan terhadap ketentuan-ketentuan
yang berlaku.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem
Pemantauan Kapal Perikanan disebutkan bahwa setiap kapal perikanan berukuran
lebih dari 30 GT yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia (WPPNRI) dan di laut lepas wajib memasang transmiter VMS. Hal ini
sangat penting diterapkan untuk mendukung terwujudnya kelestarian sumber daya
perikanan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan
masyarakat. Penyelenggaraan
VMS di Indonesia melibatkan 3 (tiga) pihak, yakni pemerintah, dalam hal ini
adalah Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
(Ditjen PSDKP) KKP, sebagai penyelenggara dan hanya menyediakan sistem saja,
dan tidak menyediakan transmiter dan layanan jasa satelit, Pelaku Usaha/Pemilik
kapal perikanan, selaku Pengguna, dan Penyedia, yaitu perusahaan yang
menyediakan transmiter VMS dan layanan jasa satelit. Transaksi pembelian
transmiter VMS dan pembayaran jasa layanan satelit berupa airtime
dilakukan langsung antara pihak Pengguna dengan pihak Penyedia.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang di atas, maka dapat dibuat beberapa rumusan masalah
seperti:
1.
Apa pengertian Sistem
Pematauan Kapal Perikanan ?
2. Apa
pengertian Surat Keterangan Aktivasi Transmitter ?
3. Bagaimana aktivitas pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia ?
4. Bagaimana tanggngjawab awak kapal pada intensitas kerja pengawasan sumberdaya
kelautan dan perikanan di Indonesia ?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah
berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian Sistem
Pematauan Kapal Perikanan.
2. Untuk
mengetahui pengertian Surat Keterangan Aktivasi Transmitter.
3. Untuk
mengetahui aktivitas pengawasan sumberdaya kelautan dan
perikanan di Indonesia.
4. Untuk mengetahui tanggungjawab awak kapal pada intensitas kerja pengawasan sumberdaya
kelautan dan perikanan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Sistem Pematauan Kapal Perikanan
Sistem pemantauan kapal perikanan adalah salah
satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan dan/atau pegangkut ikan,
yang menggunakan peralatan pemantauan kapal perikanan yang telah ditentukan. Sistem pemantauan kapal perikanan merupakan salah satu bentuk sistem
pemantauan untuk mendukung pengawasan di bidang penangkapan dan atau
pengangkutan ikan, dengan menggunakan satelit dan peralatan pemancar (transmitter)
VMS yang ditempatkan pada kapal perikanan guna mempermudah pengawasan dan
pemantauan terhadap kegiatan / aktivitas kapal. VMS merupakan program pengawasan kegiatan perikanan, yang menggunakan
peralatan yang terpasang di kapal perikanan untuk memberi informasi mengenai
kegiatan dan posisi kapal.
Pengertian Sistem Pemantauan Kapal Perikanan menurut
FAO (2009) dalam Hadinata (2010),
sistem pemantauan kapal perikanan adalah salah satu bentuk sistem pengawasan di
bidang penangkapan dan/atau pegangkut ikan, yang menggunakan peralatan
pemantauan kapal perikanan yang telah ditentukan. Sistem pemantauan kapal
perikanan/Vessel Monitorig System (VMS) adalah sebuah program
pengawasan kegiatan perikanan, yang menggunakan peralatan yang terpasang di
kapal perikanan untuk memberi informasi mengenai kegiatan dan posisi kapal. Hal
ini juga diperkuat oleh Direktorat Jenderal Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (2012) dalam Nugroho et al. (2013),
VMS atau sistem pemantauan kapal perikanan merupakan
salah satu bentuk sistem pemantauan untuk mendukung pengawasan di bidang
penangkapan dan atau pengangkutan ikan, dengan menggunakan satelit dan
peralatan pemancar (transmitter) VMS yang ditempatkan pada kapal
perikanan guna mempermudah pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan / aktivitas
kapal.
2.2 Pengertian Surat Keterangan Aktivasi
Transmitter
Surat
Keterangan Aktivasi Transmitter atau yang biasa disingkat SKAT merupakan
dokumen tertulis yang menyatakan bahwa transmitter Sistem Pemantauan Kapal
Perikanan (SPKP) online pada kapal
perikanan tertentu telah dipasang, diaktifkan, dan dapat dipantau pada pusat
pemantauan kapal perikanan. Setiap kapal perikanan
dengan ukuran > 30 GT yang beroperasi di WPP- NRI atau di laut lepas yang
akan mengajukan SIPI atau SIKPI wajib memasang transmitter SPKP online.
Pada setiap pemasangan transmitter di kapal perikanan akan
diterbitkan surat keterangan pemasangan transmitter yang dibuat oleh
pengawas perikanan. Setelah mendapat surat pemasangan transmitter akan
diterbitkan sebuah bukti berupa surat yang disebut SKAT.
Pengertian
Surat Keterangan Aktivasi Transmitter menurut PERMEN-KP (2013) dalam TEL (2017), setiap kapal perikanan dengan ukuran > 30 GT yang beroperasi di
WPP- NRI atau di laut lepas yang akan mengajukan SIPI atau SIKPI wajib memasang
transmitter SPKP online. Pada setiap pemasangan transmitter di
kapal perikanan akan diterbitkan surat keterangan pemasangan transmitter yang
dibuat oleh pengawas perikanan. Setelah mendapat surat pemasangan transmitter
akan diterbitkan sebuah bukti berupa surat yang disebut SKAT. SKAT adalah
memiliki kepanjangan Surat Keterangan Aktivasi Transmiter merupakan dokumen
tertulis yang menyatakan bahwa transmitter SPKP online pada kapal
perikanan tertentu telah dipasang, diaktifkan dan dapat dipantau.
2.3 Aktivitas Pengawasan Sumberdaya
Kelautan dan Perikanan di Indonesia
Kegiatan patroli pengawasan sumber daya
kelautan dan perikanan merupakan bagian dari pengelolaan perikanan di Indonesia
yang dilakukan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan dan dioperasikan oleh
Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Satuan Kerja dan Dinas Kelautan dan Perikanan yag
berada di daerah. Pengawasan
perikanan adalah kegiatan pengawasan yang bersifat teknis biologis terhadap
kegiatan pembudidayaan, penangkapan dan pengolahan mutu hasil perikanan agar
konsisten dalam penerapan standar teknologi dan peraturan terkait.
Aktivitas atau
kegiatan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia menurut Ishak
(2015), Pelaksanaan pengawasan penangkapan ikan
dilakukan salah satunya dengan memeriksa dokumen-dokumen terkait perizinan
seperti surat izin usaha perikanan, surat izin penangkapan ikan, dan surat izin
pengangkutan ikan. Pemeriksaan perizinan tersebut dilakukan dengan mengadakan
identifikasi dan verifikasi usaha penangkapan ikan terhadap perusahaan
penangkap ikan yang mengoperasikan kapal perikanan yang berasal dari luar
negeri, baik diperoleh melalui impor maupun dengan cara lelang/ keputusan
pengadilan.Hal ini juga diperkuat oleh Aji
et al. (2016), Tahap
aktivitas patroli laut pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di
Pangkalan PSDKP Jakarta dikelompokkan menjadi 5 (lima) tahap aktivitas pokok (level
0). Tahap tersebut antara lain (1) persiapan, (2) loading, (3)
pelayaran dan pengawasan di laut, (4) penghentian, pemeriksaan dan penahanan,
dan (5) kembali ke Pangkalan (homebase).
2.4
Tanggungjawab Awak Kapal pada
Intensitas Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Indonesia.
Setiap
aktivitas yang melibatkan jumlah awak kapal, area kerja dan energi akan
berisiko menimbulkan bahaya. Dalam kegiatan
pengawasan, aktivitas primer merupakan aktivitas yang harus dilakukan
pada urutan tahapannya karena mempengaruhi keberhasilan proses untuk mencapai
tujuan, sedangkan aktivitas sekunder tidak harus dilakukan sesuai urutannya
karena bersifat opsional. Dan dalam
kegiatan pengawasan juga harus terdapat keterlibatan awak kapal pada aktivitas
pelayaran dan pengawasan agar potensi terjadinya risiko kecelakaan
kerja terbesar akibat intensitas kerja yang tinggi dibandingkan dengan
aktivitas lainnya. Sehingga perlu adanya tanggungjawab
yang besar dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai pengawas sumberdaya
kelautan dan perikanan di Indonesia.
Tanggungjawab
awak kapal pada intensitas kerja pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan
di indonesia menurut Aji et al.
(2016), Intensitas kerja yang
dibutuhkan untuk keseluruhan aktivitas membutuhkan usaha kerja atau
keterlibatan awak speedboat pengawasan setara dengan 244 OA (Orang Aktivitas).
Intensitas kerja primer (IKP) yang paling besar terjadi pada tahap 3 (pelayaran
dan pengawasan di laut) yang menunjukkan level aktivitas paling tinggi dengan
indek IKP yaitu 0.29 dari seluruh aktivitas patroli laut pengawasan sumber daya
kelautan dan perikanan. Keterlibatan awak kapal pada aktivitas pelayaran dan
pengawasan di laut adalah yang tertinggi yaitu 68 OA, sehingga memiliki potensi
terjadinya risiko kecelakaan kerja terbesar akibat intensitas kerja yang tinggi
dibandingkan dengan aktivitas lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
uraian tersebut, kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
1.
Sistem
pemantauan kapal perikanan adalah salah satu bentuk sistem pengawasan di bidang
penangkapan dan/atau pegangkut ikan, yang menggunakan peralatan pemantauan
kapal perikanan yang telah ditentukan.
2.
Surat
Keterangan Aktivasi Transmitter atau yang biasa disingkat SKAT merupakan
dokumen tertulis yang menyatakan bahwa transmitter Sistem Pemantauan Kapal
Perikanan (SPKP) online pada kapal
perikanan tertentu telah dipasang, diaktifkan, dan dapat dipantau pada pusat
pemantauan kapal perikanan.
3.
Tahap aktivitas patroli laut
pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di Pangkalan PSDKP Jakarta
dikelompokkan menjadi 5 (lima) tahap aktivitas pokok (level 0). Tahap
tersebut antara lain (1) persiapan, (2) loading, (3) pelayaran dan
pengawasan di laut, (4) penghentian, pemeriksaan dan penahanan, dan (5) kembali
ke Pangkalan (homebase).
4.
dalam kegiatan pengawasan juga harus terdapat
keterlibatan awak kapal pada aktivitas pelayaran dan pengawasan agar potensi
terjadinya risiko kecelakaan kerja terbesar akibat intensitas kerja yang tinggi
dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Sehingga perlu
adanya tanggungjawab yang besar dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia.
4.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran yang dapat diberikan yaitu :
1. Sebaiknya
dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan
sumberdaya kelautan dan perikanan perlu adanya pemantauan lebih lajut agar
kegiatan tersebut bisa berjalan lancar dan pihak yang melaksanakan tugas
tersebut bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
2. Sebaiknya
dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan
sumberdaya kelautan dan perikanan perlu adanya peningkatan komunikasi dengan
awak kapal nelayan yang bekerja, sehingga kegiatan pegawasan sumberdaya
kelautan dan perikanan bisa berjalan dengan baik dan potensi terjadinya risiko kecelakaan
kerja terbesar akibat intensitas kerja yang tinggi bisa
diminimalisir
DAFTAR PUSTAKA
Aji, S. P., B. H.
Iskandar, dan F. Purwangka. 2016. Intensitas Kerja Pengawas Perikanan pada
Aktivitas Patroli Laut Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Jakarta.
7(2) : 163-178.
Hadinata, Y. 2010.
Pelaksanaan Vessel Monitoring System (VMS)
di Indonesia. Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap. Departemen
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Ishak, N. 2015.
Pengawasan Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Bagian Hukum
Adiministrasi Negara. Fakultas Hukum. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nugroho, H., A. Sufyan,
dan R. Akhwady. 2013. Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal
Perikanan (VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan. 8(3) : 101-110.
Tel, S. 2017. Komposisi
Hasil Tangkapan dan Daerah Penangkapan oleh Kapal Purse Seine berdasarkan Vessel
Monioring System (VMS) di WPP 571 Selat Malaka. Program Studi Ilmu
Kelautan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sriwijaya.
Indralaya.